CACING KECIL YANG TERABAIKAN
Cerita Anak Jalanan
Oleh: Evilia D
Diantara
hembusan debu jalanan dan teriknya matahari yang seakan-akan menyengat kulit pada
siang itu, terlihat sekumpulan anak kecil bertubuh kurus memperlihatkan senyum
polos di pipinya, senyum yang sekilas menggambarkan kegembiraan dalam
kebersamaan dengan teman-teman sebayanya. Emperan toko menjadi tempat yang
nyaman untuk beristirahat siang itu, sebagian dari mereka mengalunkan nada
dengan gitar mungil yang dimilikinya sedangkan teman-temannya bernyanyi riang
sambil bersenda-gurau. Musisi jalanan, itulah mereka, sekumpulan anak-anak yang
setiap harinya bertarung mengikuti arus kehidupan yang kurang memihak mereka.
Dengan alat musik seadanya mereka menyanyikan lagu-lagu yang kebanyakan
menggambarkan tentang kehidupan jalanan yang keras, kehidupan jalanan yang jauh
dari kesejahteraan. Selain pengamen jalanan, ada sebagian menggantungkan
hidupnya sebagai peminta-minta. Dengan pakaian yang kusut nan lusuh, wajah
memelas dan suara paraunya, mereka berharap akan ada orang iba kepadanya dan
memberikan sedikit rejeki kepada mereka.
Sebut
saja namanya Febri (9 th) dan Rian (11 th), mengamen dalam bus kota atau dari
satu toko ke toko yang lain sudah menjadi rutinitas setiap harinya, berharap
tuan dermawan memberikan uang setelah mendengarkan nyanyian suka atau nyanyian
duka mereka. Receh demi receh yang mereka dapatkan sangat membantu mereka untuk
bertahan hidup.
Selain
Febri (9 th) dan Rian (11 th), temannya, sebut saja Aras (10 th) dan Rana (12),
mereka meminta-minta di jalanan, tak jarang untuk menarik iba orang-orang yang
berlalu-lalang, aksinya diiringi dengan ratapan khas peminta-pinta. Dengan
wajah menengadah dan memelas, mereka kumpulkan uang receh dalam kantong bekas
bungkus permen yang telah lusuh itu. Kerasnya kehidupan yang mereka alami
memaksa mereka untuk menjalani hidup di jalanan dengan cara seperti itu.
Setiap
harinya sekumpulan anak-anak malang tersebut selalu mendambakan kehidupan yang
dapat membuatnya merasa aman dan nyaman, hatinya terluka, hatinya merasa
terbuang dan tak berharga.
“...Mengapa jalan hidupku seperti
ini Tuhan?”
Kehidupan
tetaplah suatu kehidupan. Di dalam kehidupan ada fase-fase yang mau tidak mau
harus dijalani. Tapi sungguh kasihan, mereka menjalani kehidupan yang keras itu
tanpa belaian dan perlindungan dari orang tua. Mereka berjuang sendiri dalam
menghadapi berbagai tantangan yang ada di depannya.
“...Anak jalanan? Tidak ada
seorangpun yang menghendaki status seperti itu...”
Harus
bertahan dalam panasnya matahari dan dinginnya malam di suatu tempat yang
dikenal dengan nama “jalanan” adalah suatu pilihan yang terpaksa mereka ambil.
Hidup tanpa orang tua, hidup tanpa ada seseorang yang merawat dan menjaga
membuat anak-anak tersebut mengenal bahwa jalanan adalah rumah mereka. Langit
adalah atap rumah dan bumi adalah alas rumah, itulah yang melekat dalam benak
anak-anak mungil tersebut. Rumah hangat dan nyaman hanyalah sebuah dambaan dan
pendidikan hanyalah suatu angan-angan yang tak mungkin menjadi kenyataan.
Kehidupan
sekeras apapun harus tetap mereka jalani karena memang itulah jalan hidup
mereka. Siapa yang menginginkan hidup tanpa orang tua dalam usia sedini itu? Tidak
ada! Mereka juga menginginkan tidur di kasur yang hangat, mereka juga
menginginkan kasih sayang orang tua, mereka juga menginginkan pendidikan yang
layak. Tapi, apalah daya.. mereka tidak mampu memilih takdir yang akan mereka
jalani. Mereka hanya berharap suatu hari nanti kehidupan mereka menjadi lebih
baik, karena dalam diri masing-masing dari mereka memiliki banyak cita-cita di
masa depan.
Dengan
melihat fenomena tersebut, siapakah yang bertanggung jawab dalam permasalahan
sosial ini? Siapakah yang seharusnya segera bertindak? Ya.. pemerintah!
Pemerintah hendaknya peduli dengan permasalahan ini, bukankah negara ini adalah
negara Indonesia? Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila,
Sila ke-5: “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia...”
UUD
1945, Pasal 34 (1): “Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara...”
Pada
kenyataannya, pancasila dan pasal UUD’45 tersebut hanyalah sebuah hiasan.
Pemerintah sekarang ini cenderung tidak peduli dengan nasib anak-anak jalanan.
Sebagian besar dari mereka hanya sibuk memperkaya diri dengan mengabaikan
penderitaan anak-anak yang bergelut dengan berbagai ancaman di jalanan.
Berdasarkan pancasila dan UUD’45 hendaknya pemerintah lebih memperhatikan nasib
anak-anak jalanan itu. Pemerintah sudah waktunya untuk mengayomi dan melindungi
anak-anak terlantar tersebut karena mereka merupakan generasi penerus bangsa
yang harus mendapatkan penghidupan serta pendidikan yang layak dan negara kita
adalah negara Indonesia yakni negara yang berlandaskan pada pancasila dan UUD
1945.
Bagus2 tulisannya mbak...
BalasHapussaya ikuti blog anda ya,
ikuti juga blog saya...
Udah sy follow balik jg kak. Mksh ya..
Hapus