Selasa, 21 April 2015

Ayu, Kartini Muda Ibu

Ayu, Kartini Muda Ibu

Oleh : Evilia Damayanti


***





Tengah hari terasa sangat membakar telapak kaki seorang gadis kecil yang pulang dari sekolah tanpa memakai seputunya. Hal itu membuat ibundanya menghela napas saat mendapati anak kesayangan dalam keadaan telanjang kaki sudah berada di ambang pintu rumah.

“Kamu melepas sepatumu lagi, Ayu?”

“Ibu ini seperti tidak biasa saja.” Jawab gadis kecil bernama Ayu itu dengan menampilkan sebaris senyum gusi yang terlihat begitu manis di mata ibunya.

“Bagaimana jika menginjak paku? Bisa bahaya nanti, jangan kamu ulangi lagi!” kata Sang Ibu dengan nada halus.

Ayu yang baru selesai mencuci kedua kakinya itu lantas mendekati ibunya, merangkul dengan gelayutan manja yang biasa ia lakukan setiap hari pada ibu yang sudah menghidupinya sendirian sejak sepuluh tahun yang lalu itu. Ayu adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakak laki-lakinya sudah duduk di bangku SMA sedangkan Ayu saat ini masih kelas VI SD.

“Kamu kenapa?” tanya wanita paruh baya itu pada Ayu sambil menyelipkan helaian-helaian rambut acak-acakan milik Ayu ke telinga kanan dan kiri gadis kecil itu.

“Tadi di sekolah ada perayaan Hari Kartini, Bu. Ibu Kartini itu hebat ya, Bu. Beliau berjuang demi para wanita agar mau maju, Ayu jadi ingin seperti Ibu Kartini. Ayu ingin terus belajar, setelah SMA nanti, Ayu ingin melanjutkan sekolah Ayu ke luar negeri, melanjutkan cita-cita Ibu Kartini yang saat itu belum bisa terwujud karena harus menikah dengan Bupati Rembang yang sudah berumur itu, Bu.”

Seperti ada hembusan angin yang menyapu wajah wanita yang sudah tak lagi muda itu setelah mendengar penuturan luar biasa dari anaknya, betapa terenyuh hatinya mendapati tingginya cita-cita gadis mungil itu meski ia mengetahui bahwa dirinya tidak mungkin mampu untuk mengikuti cita-cita luar biasa gadis kecil itu.

“Ibu senang, ibu senang sekali mendengarnya. Ayu, bagaimana jika Ayu tetap melanjutkan sekolah setelah SMA di dalam negeri saja? Ibu akan berusaha mencari uang untuk pendidikan Ayu, tetapi untuk sekolah di luar negeri, ibu...”

Belum sempat Sang Ibu melanjutkan kalimat yang bertujuan untuk memberi pengertian pada anaknya itu, gadis kecilnya dengan cekatan bicara lagi dengan ungkapan yang lagi-lagi terdengar bagai hembusan angin yang menyapu wajah keriput Sang Ibu, kali ini lebih sejuk, bahkan membuat jiwa Sang Ibu damai dan sangat bersyukur kepada Allah bahwa dirinya telah dikaruniai mutiara kehidupan, seorang Ayu dalam hidupnya.

“Siapa bilang Ayu akan menggunakan uang ibu? Ayu akan sekolah ke luar negeri dengan kemampuan Ayu sendiri. Ayu tidak akan pernah pergi ke negeri seberang jika menjadi beban ibu, Ayu tidak mau kaki ibu kesakitan setiap malam setelah mencari uang yang banyak untuk kuliah Ayu. Ayu bisa ‘kan, Bu?”

Kedua mata gadis kecil itu berbinar, gadis kecil itu benar-benar berharap ibunya memberikan jawaban memuaskan yang akan membuat dirinya semakin terpacu untuk mewujudkan cita-cita mulia itu. Bibir gadis kecil itu akhirnya membentuk lengkungan bak bulan sabit yang tertidur setelah ibunya mengangguk.

“Ayu pasti bisa, ibu yakin Ayu pasti bisa. Do’a ibu akan selalu menyertaimu, Ayu.” Jawab ibunya begitu bahagia sambil mengelus-elus pucuk kepala Ayu, membenamkan gadis itu semakin erat dalam rangkulannya.

Hari Kartini, hari yang sangat membekas pada diri Ayu, peringatan hari bersejarah yang mendobrak hati gadis kecil itu untuk mengobarkan semangat Kartini yang seharusnya juga dimiliki oleh seluruh wanita di Indonesia. Bukan hanya Ayu, Sang Ibu yang tak muda lagi itu kembali memiliki semangat Kartini yang ditularkan oleh puterinya.

“Setelah hembusan angin sejuk yang datang di hari istimewa ini, aku akan ikut berjuang bersamamu. Aku akan terus berusaha mendukung dan melindungimu untuk mewujudkan cita-citamu. Do’a ibu menyertaimu, Kartini mudaku.”




***





Terimakasih telah membaca.

Semoga flash fiction yang benar-benar flash ini bisa mendobrak semangat kalian juga ya, Readers! ^^

SELAMAT HARI KARTINI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar